Untuk mengawali tulisan ini. Terlebih dahulu saya ingin bercerita tentang perkenalan saya dengan Panda Media. Pertama kalinya saya mengenal Panda Media pada awal tahun 2015. Pada waktu itu, seorang editor Panda Media, Mbak Hisni, menghubungi saya dan mendorong saya untuk menulis sebuah buku yang bertemakan bahasa. Saya sebagai pendiri Komunitas Faktabahasa cukup menyambut usul baik ini. Setahun kemudian, buku “Kuasai 20 Bahasa Populer Dunia” telah terbit dan mendapatkan respon yang cukup positif dari para pegiat bahasa dan budaya tanah air.
Sumber foto: Kate Ter Haar
“Momentum HUT Panda Media Sebagai Langkah untuk Kemajuan Industri Perbukuan Indonesia”
Erlangga Greschinov
Penulis buku “Kuasai 20 Bahasa Populer Dunia”.
Untuk mengawali tulisan ini. Terlebih dahulu saya ingin bercerita tentang perkenalan saya dengan Panda Media. Pertama kalinya saya mengenal Panda Media pada awal tahun 2015. Pada waktu itu, seorang editor Panda Media, Mbak Hisni, menghubungi saya dan mendorong saya untuk menulis sebuah buku yang bertemakan bahasa. Saya sebagai pendiri Komunitas Faktabahasa cukup menyambut usul baik ini. Setahun kemudian, buku “Kuasai 20 Bahasa Populer Dunia” telah terbit dan mendapatkan respon yang cukup positif dari para pegiat bahasa dan budaya tanah air.
Saya pribadi sangat berterima kasih dengan Panda Media, khususnya kepada editor saya, Mbak Hisni. Perlu diakui, terbitnya buku pertama saya yang bertemakan bahasa dan budaya ini, menjadi semacam pemacu bagi diri saya untuk semakin menekuni dunia penulisan dan turut ikut serta dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, sebagaimana yang tertuang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.
Jumlah judul buku baru yang terbit di Indonesia tiap tahunnya masih dalam kategori memprihatinkan. Saat ini, Indonesia “hanya” mampu menerbitkan sekitar 18.000 judul buku per tahunnya. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun, atau India yang mencapai 60.000 judul buku, dan Tiongkok yang mampu menerbitkan sekitar 140.000 judul buku per tahun. Tentu saja, kurangnya jumlah judul buku yang terbit di Indonesia ini berpotensi membawa masalah bagi proses transfer keilmuan bagi masyarakat Indonesia.
Jumlah judul buku yang diterbitkan dalam suatu negara bisa menjadi tolak ukur dalam menggambarkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan minat baca masyarakat Indonesia. Menurut saya, kurangnya jumlah judul buku yang terbit tahunnya ini menandakan kurangnya budaya menulis dan menghasilkan karya. Hal ini diperparah dengan rendahnya minat baca masyarakat. Alhasil, kondisi perbukuan Indonesia masih jauh dari kata memuaskan.
Sejauh yang saya amati, judul-judul buku yang umum diterbitkan oleh penerbit Indonesia pun cenderung konvergen dalam masalah tema; buku yang paling banyak saya temui di toko buku adalah buku bertemakan agama Islam, motivasi, dan buku-buku bacaan/belajar anak-anak. Meminjam istilah dari W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam karyanya, Blue Ocean Strategy, buku-buku dengan tema tersebut berada pada “samudera merah” yang “berdarah-darah” karena saling bersaing ketat dan berebut pangsa pasar. Buku dengan satu tema yang sama, ditulis oleh ratusan penulis dan diterbitkan oleh puluhan penerbit berbeda. Tak dapat dielakkan lagi, buku-buku tersebut “bertarung sengit” di rak buku untuk memperebutkan minat dan hati calon pembeli.
Bila kita mau melompat kepada pandangan yang lebih jauh, perubahan strategi dalam peta penerbitan buku di Indonesia tentulah harus ada. Penciptaan karya-karya unik dan bertema baru yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya merupakan suatu cerminan kreativitas, di sisi lain juga merupakan pengejawantahan dari strategi Blue Ocean, di mana kita berlayar pada samudera biru tanpa ada pesaing yang relevan. Tentu saja, penerbit dan penulis sebagai stakeholder sentral dalam dinamika perbukuan Indonesia harus lebih peka dalam menggali potensi-potensi tema baru yang bakal diminati oleh pasar.
Pada momentum HUT Panda Media ini, saya menekankan arti pertumbuhan. Marilah kita namakan pertumbuhan itu sebagai suatu langkah menuju kondisi yang makin penuh akan tantangan. Tentu saja, untuk dapat menjawab tantangan dalam dinamika perbukan Indonesia, penerbit perlu bersinergi penulis. Semoga dengan momentum HUT ini, Panda Media terus berdedikasi dalam mengajak dan memotivasi para penulis baru untuk membuat karya-karya yang bermanfaat bagi Indonesia dan bagi dunia. Sebagai seorang penulis buku terbitan Panda Media, saya juga berharap Panda Media terus tumbuh menjadi penerbit terpercaya, kredibel, dan selalu menerbitkan karya-karya bermanfaat yang tidak hanya berorientasi profit semata, melainkan juga berorientasi pada pencerdasan generasi muda bangsa.
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyertakan kutipan dari mendiang James Cash Penney, seorang entrepreneur dan pebisnis asal Amerika Serikat. Beliau pernah berkata, “Growth is never by mere chance; it is the result of forces working together.” kutipan ini kurang lebih bermakna bahwa untuk mencapai kemajuan yang hakiki, diperlukan kerjasama. Terutama dalam konteks ini adalah kerja sama antara penulis dan penerbit. Apabila sinergi antara penulis dan penerbit semakin kuat, maka saya yakin, dunia penulisan dan penerbitan Indonesia akan semakin maju. Jayalah buku Indonesia, jayalah penerbit Indonesia, dan jayalah penulis Indonesia.[]